Sebuah diskusi menarik bertajuk "Perlukah Esports Direformasi" digelar pada Kamis (9/3) di Ligagame Esports Arena. Bisa jadi ini adalah acara tatap muka dan dialog pertama yang khusus membahas perkembangan esports Indonesia secara menyeluruh. Peserta undangan yang hadir sebagai narasumber diantaranya Bapak Edy Lim (Ko Ed) eks Ketum IeSPA, kini menjadi Penasihat Hubungan Internasional PB ESI (Persatuan Esports Seluruh Indonesia), Rafif Muhammad Rizqullah (Bendum IESPA). Dari event organizer hadir William Tjahyadi (Head of Esports Vidio), Irliyansah Widjanarko (Revival TV), Angeline Vivian (Bountie), Oky Eka Prastyo (Supreme). Selanjutnya turut hadir Diana Paskarina perwakilan developer game dari Antarupa Studio. Lalu ada Mohammad Refie Fakhreno (Oner) selaku Head of Esports Evos, Riantoro Yogi Pasta (caster), Tomy Mualim dan Michael Samuel (esports enthusiast) beserta rekan media yakni Jefry Sibarani (GGWP), Gunwan Widyantara (OneEsports) dan Billy Rifki (Esports. ID).
Ada dua topik utama yang akan dibahas pada Diskusi Esports jilid pertama ini yang memang sangat "relate" dengan wacana yang berkembang. Pertama adalah soal seleknas (seleksi tim nasional) esports Indonesia ke event multinasional., dan yang terdekat adalah persiapan menuju SEA Games 32 Kamboja. Muncul pertanyaan, bagaimana sebaiknya skuad timnas disusun? Apakah roster satu tim atau mix (campuran)?
Topik kedua adalah pertanyaan apakah esports itu harus atau perlu direformasi? Bagaimana jalannya diskusi esports jilid pertama, berikut kami sajikan catatan pentingnya.
Yabes Elia sebagai host sekaligus moderator memulai diskusi dengan pengantar apakah esports itu? Menurut jurnalis dan wartawan senior ini, esports adalah olahraga elektronik yang eksistensinya dalam satu dekade terakhir menetas di bawah kemajuan teknologi merupakan perpaduan antara permainan hiburan dan kompetisi.
Industri esports tumbuh bersama talent pendukung, event organizer dan tentunya game publisher ya semuanya punya andil apa campur tangan hingga asosiasi dalam penyelenggaraan event yang membawa Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi. Apakah asosiasi ini hanya gimmick Industri atau malah lebih parah menjadi pembatas kreasi?
Menanggapi topik pertama soal Seleknas, Jefry dari GGWP melihat pemanggilan ke timnas apakah wajib atau tidak kembali ke pemain. Ketika ditanya kalau atlet boleh menolak untuk dipanggil Timnas, adalah menjadi hak pemain untuk menentukan. "Mengenai ada konsekuensi yang mengatur ini agak rumit sih ambil contoh di luar negeri di Liga profesional sepak bola yang sudah berjalan ada pemain yang memang tidak dipanggil oleh pelatihnya Apakah pelatih dapat sanksi pemainnya menolak? Apakah pemain yang dipanggil tapi tidak mau, otomatis terkena ancaman sanksi? Ada, tapi apakah langsung dijatuhkan? Kalau saya pribadi tidak setuju karena pemain ini tidak menggunakan haknya dia mungkin akan ada sanksi sosial dari masyarakat mau bela negara atau apa segala macam itu udah pasti dipertimbangkan sama dia dong. Dan orang yang menjadi atlet di taraf itu bukan sekadar gamer. Saya berkata di sini bukan cuma sekadar gamer tapi atlet seperti jadi sebenarnya hak untuk membela negara pun nggak cuman dari esport gitu kan.
Pak Edy Lim kemudian menyampaikan pengalamannya saat aktif sebagai Ketum IESPA soal pemanggilan pemain ke timnas. "Setahu saya belum pernah atau tidak pernah ada. Dulu kalau kita panggil semuanya akan masuk. Tapi setiap pemain itu punya hak dan kewajibannya. Mereka mungkin menolak tapi di sisi lain kan juga mereka sebenarnya punya kewajiban karena mereka adalah orang terbaik di Indonesia yang dipanggil untuk membela Indonesia untuk meraih emas (prestasi). Jadi pada saat misalnya mereka menolak, secara langsung Indonesia kan kehilangan pemain terkuatnya tidak ikut.
Irly Widjanarko selanjutnya mengupas sedikit apa yang memantik perdebatan hangat terkait Seleknas hingga mulai jadi drama di media sosial. Menurutnya telah terjadi bad communication dari semuanya. "Kalau menurut aku esports itu beda sama olahraga seperti yang konvensional yang memang sudah diayomi sama organisasinya masing-masing sehingga sumber informasi bagi seluruh cabang olahraga lain itu turun dari organisasinya masing-masing agar mereka bisa masuk menjadi pemain timnas. Jalurnya tuh udah dikomunikasikan dengan jelas lah seperti itu. Kalau di esports industrinya ini kan gede duluan komersilnya gede duluan dan yang ngegedein itu adalah gaming publisher selama ini gitu ya jadi ketika yang ngegede ini adalah gaming publisher, para pemain dan atau ataupun atlet di luar sana dia tahunya yang gedein yang mempunyai otoritas tertinggi. Seperti itu logikanya. Jadi ibaratnya bagi para player yang paling bergengsi bagi mereka ataupun yang paling memberikan informasi ataupun memberikan karir pas yang lebih jelas adalah dari gaming publisher. Simplenya baru-baru belakangan ini di mana pemerintah itu ikut turun dan ikut aktif ya buat ngebangun ini melalui PON, SEA Games dan yang lain-lainnya. Dari sini tuh sebenarnya jadinya miskommunication pemerintah itu menganggap dari zaman ke zaman dari dulu semua cabang itu kalau misalnya namanya SEA Games sudah pasti ini ngebela negara tapi dia berkomunikasi sama komunitas, sama atlet yang digedeinnya.
Mohammad Refie Fakhreno (Evos Oner) turut memberikan pandangan soal Seleknas apakah roster satutim atau Mix All Star. Menurutnya dua pilihan itu fair-fair saja. Head of Esports Evos membagikan bagaimana organisasi juga akhirnya harus membagi jadwal untuk para pemain untuk tampil di kompetisi seperti MPL dan Pelatnas. Positifnya, player-player dan coach juga bisa dapat knowledge baru.
Oner menyoroti proses menuju SEA Games lumayan panjang jadi bisa digunakan untuk ngebangun chemistry, "Menurut kita sih mix atau apa namanya digabung itu enggak masalah mungkin balik lagi ke mungkin dari setiap gamenya beda-beda kali ya kalau Mobile Legends atau mobile games mungkin kayak chemistry-nya yang didapetin itu bisa lebih cepat tapi kalau misalnya yang game PC mungkin lebih lama atau mungkin harus adaptasi baru lagi dan lumayan lama," ujarnya.
Selanjutnya Bro Pasta salah satu caster ternama di Indonesia menyampaikan pendapatnya soal roster timnas esports. "Kalau menurut saya sih sebenarnya mau di mix atau di satu tim yang diambil itu pasti ada plus minusnya. Kayak yang udah dibilang tadi juga apalagi untuk game PC itu susah susah banget terutama untuk game-game FPS kayak Valorant atau CSGO itu pasti beda-beda isi tim beda maknanya beda penyampaiannya dan beda eksekusinya."
Mas William Tjahyadi melihat kemungkinan mix bisa lebih perform dibanding satu tim itu karena mix itu bisa menutupi kekurangan yang satu tim. "Contoh misalnya ada tim a tim B tim C ketiganya top 3 di Indo tapi tim A ada lemah di satu posisi yang mungkin di tim C Itu ada pemain terbaik Indo di posisi itu. Jadi kalau di mix mungkin bisa saling menutupi kemungkinan untuk kekurangannya dengan yang kuat-kuat. Jadi di mix super startingnya. Tapi menurut saya sih kemungkinan performanya mungkin bisa lebih baik kalau misalnya mereka satu visi satu keinginan tapi di mix dengan kemampuan yang terkuatnya masing-masing."
Well, buat kalian yang ingin tau lebih lanjut atau belum sempat mengikuti Diskusi Esports episode pertama, kalian bisa menyimak rekamannya di kanal youtube Ligagame Esports.
Ikuti terus berita terbaru esports terlengkap di Ligagame Esports! Jangan lupa kunjungi Instagram dan Youtube Ligagame.tv yang selalu update dan kekinian.
Baca selanjutnya:
Penampakan Gapura, Sekolah dan SPBU Gamer di Pekalongan yang Viral. Mulai Undang Pro Player!
Ligagame Esports adalah Media & Broadcasting Production Company tertua di Indonesia, dengan platform informasi seputar esports, games, dan live streaming yang bertujuan untuk mengembangkan industri esports Indonesia.